Rasionalisasi Revisi UU ASN dan Sistem Digital Government
Revisi UU ASN telah lama diwacanakan, tetapi baru mendapatkan sinyal persetujuan dari pemerintah baru-baru ini. Menteri PAN-RB, Tjahjo Kumolo mengungkapkan hal tersebut secara langsung dalam dalam rapat kerja yang diselenggarakan secara virtual bersama Komisi II DPR RI. Revisi ini disinyalir sebagai tanggapan atas kebutuhan kemampuan ASN yang adaptif dalam situasi tanggap pandemi.
Wacana Rasionalisasi Revisi UU ASN
Di tengah situasi pandemi yang membatasi secara total aktivitas di luar rumah, hampir semua ranah pekerjaan perlu penyesuaian sistem kerja baru. Tak terkecuali para ASN. Jika sebelumnya ASN bebas menyelesaikan pekerjaan di kantor serta mengadakan program terpadu secara outdoor, di tengah situasi pandemi semua perlu disusun ulang secermat mungkin.
Oleh karena itu, Menteri PAN-RB menyampaikan bahwa saat ini dibutuhkan ASN yang mempunyai kemampuan adaptif tinggi, responsif, serta mahir dalam kepemimpinan digital. Kemampuan adaktif diperlukan agar mampu menyusun ulang kebijakan dan program yang sebelumnya telah digagas sebelum pandemi.
Sementara itu, responsif diperlukan demi kelancaran koordinasi yang berbatas jarak dan waktu. Tidak bisa tatap muka, bukan berarti jalur koordinasi terganggu karena masih ada fasilitas teknologi yang memadai. Dengan demikian, penting sekali agar ASN bisa berkemampuan responsif dalam menjalankan amanah masing-masing.
Adapun kepemimpinan digital menjadi salah satu persyaratan utama agar mampu bertahan di tengah kondisi kerja yang bersistem remote. Kepemimpinan digital ini pun merupakan langkah konkret bagi ASN dalam menyelenggarakan peralihan menuju digital government. Arus teknologi yang pesat tentu akan sia-sia jika tidak dibarengi kapasitas SDM pada ASN yang istilahnya melek teknologi digital.
Tjahjo Kumolo juga menegaskan bahwa perlu adanya rasionalisasi ASN, bagaimana harus mengedepankan kualitas layanan di tengah keterbatasan interaksi. Dalam webinar yang diselenggarakan pada 24 Juni lalu, Tjahjo Kumolo juga menjelaskan bahwa rasionalisasi ASN diperlukan sebagai evaluasi apakah sistem manajemen ASN saat ini masih relevan dengan kondisi new normal yang butuh penyesuaian di segala lini.
Menindaklanjuti arahan Menteri PAN-RB, ditegaskan Plt Deputi SDM dari jajaran aparatur Kementerian PAN-RB bahwa rasionaliaasi dibutuhkan segera. Di sisi lain jumlah ASN sudah sangat banyak sehingga ke depannya akan ada pengurangan ketika melakukan rekruitmen melalui CPNS. Semua arahan ini dirumuskan ke dalam regulasi baru yang hendak disahkan dalam Revisi UU ASN.
Kabar ini terdengar tidak terlalu bagus di telinga ASN. Pasalnya dalam UU ASN tersebut telah diwacanakan perbanyakan jumlah PPPK yang justru berkebalikan dengan pengurangan tenaga ASN. Dalam UU ASN telah ada desain yang memposisikan PPPK dalam jabatan struktural lebih banyak dari ASN.
Menteri PAN-RB juga menambahkan bahwa di dalam desain baru UU ASN tersebut ada mekanisme stuktural yang jelas antara ASN dengan PPPK. ASN adalah penggagas kebijakan, sedangkan urusan teknis dan posisi ASN pensiun hendak diisi oleh PPPK. Bagaimana detail regulasinya, akan dibahas lebih lengkap dalam Revisi UU ASN yang secepatnya perlu disahkan.
Di sisi lain, pemerintah mengharapkan ke depannya ASN bisa menjadi pejabat penyelenggara pemerintahan yang telah menetapkan digital government. Guna menjalankan new normal yang sistem kerjanya perlu ditata ulang berlainan dengan sebelumnya, ASN setidaknya harus mampu mengikuti perkembangan teknologi agar bisa bekerja secara maksimal.
Tjahjo Kumbolo pun turut menyampaikan bahwa dibutuhkan harus ada pondasi TIK yang kuat demi merealisasikan tugas fungsional ASN selama masa pandemi dan new normal. Selain itu, dukungan SDM yang mumpuni (dalam hal ini ASN yang melek teknologi) harus diprioritaskan, karena mustahil TIK maju saja bisa menciptakan digital government. Peran SDM adalah mutlak.
Dengan segala pertimbangan tersebut, wacana Revisi UU ASN lebih difokuskan pada tata kelola jabatan antara ASN dan PPPK. Hal ini sebenarnya bisa membawa dampak positif maupun negatif bagi ASN. Dampak positifnya, tenaga PPPK lebih banyak karena rekruitmennya pun diperbanyak. Tentu ini bisa memudahkan kinerja pemerintahan.
Namun di sisi lain ASN patut merasa ketar-ketir karena posisinya bisa sewaktu-waktu digeser oleh PPPK yang cenderung dianakemaskan pemerintah. Bahkan belum disahkannya Revisi UU ASN itu saja sudah ada wacana pengurangan rekruitmen ASN. Manajemen kerja ASN juga perlu dirumuskan lagi agar lebih efektif di tengah situasi pandemi dan new normal.
0 Response to "Rasionalisasi Revisi UU ASN dan Sistem Digital Government"
Post a Comment