Guru Dilarang Beri PR kepada Siswa, Benarkah?
Dahulu PR atau Pekerjaan Rumah adalah salah satu bagian dari sistem belajar yang diterapkan oleh para rekan guru. Tapi, sekarang ini telah beredar kabar bahwa guru dilarang beri PR. Benarkah hal tersebut? Apakah memang ada ketetapan dan kebijakannya? Atau hanya isapan jempol belaka?
Wowon Widaryat selaku Direktur Pembinaan Sekolah Dasar (SD) dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan bahwa Kemendikbud sendiri sedang mempersiapkan adanya kebijakan tentang larangan sekolah dalam memberikan PR atau Pekerjaan Rumah kepada para siswa. Kebijakan mengenai larangan PR tersebut juga berkaitan dengan sistem sekolah baru yang akan diselenggarakan yakni FDS atau Full Day School. Wowon mengatakan bahwa larangan ini sedang dikaji dan menunggu hasil penerapan FDS dan larangan PR yang saat ini dilaksanakan di Pemerintah Daerah Purwakarta.
Rencana kebijakan mengenai guru dilarang beri PR pada dasarnya berlaku setelah diterapkannya program FDS atau Full Day School. Pasalnya, program FDS ini sudah termasuk kegiatan belajar mengajar beserta ekstrakurikuler untuk menguatkan karater siswa dalam dunia pendidikan. Tak hanya membahas mengenai larangan memberikan PR kepada para siswa, Wowon juga menjelaskan bahwa penguatan karakter siswa tidak hanya diperoleh dari kegiatan belajar mengajar saja, tapi juga didapatkan dari kegiatan seni, budaya hingga olahraga yang masuk dalam kategori ekskul. Jadi, untuk FDS siswa tidak hanya belajar di sekolah.
Full Day School sampai saat ini masih dalam tahap pendataan dan juga evaluasi dari berbagai aspek mulai dari sarana dan prasarana, kesiapan Sumberdaya Manusia dan lain sebagainya. Hal ini diterangkan langsung oleh Wowon saat ditemui media. Tak hanya itu, ia juga menjelaskan bahwa hingga saat ini sudah ada 500 sekolah yang menjadi piloting untuk pengaplikasian program FDS ini. 250 diantaranya adalah Sekolah Dasar dan 250 lainnya adalah Sekolah Menengah Pertama. Untuk tahun depan, Wowon mengatakan akan meningkatkan jumlahnya. Hambatan program FDS selama ini sebenarnya hanya ada pada pemahaman masyarakat terkait dengan program sekolah baru. Dimana masyarakat masih menganggap bahwa program FDS adalah program sekolah yang mengharuskan anak didiknya untuk belajar terus menerus.
Seperti yang diketahui, Dedi Mulyadi selaku Bupati Purwakarta telah meresmikan peraturan mengenai guru dilarang beri PR akademis bagi sekolah jenjang Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas di daerahnya. Peraturan mengenai larangan tersebut tertulis jelas dalam Surat Edaran Bupati Purwakarta Nomor 421.7/2014/Disdikpora. Adanya surat edaran tersebut langsung di tandatangani pada tanggal 1 September 2016 dan langsung disosialisasikan kepada masing-masing kepala sekolah dan guru wilayah Purwakarta.
Dedi menjelaskan kepada para guru bahwa seharusnya siswa diberikan Pekerjaan Rumah yang aplikatif dan membangun kreatifitas mereka. Misalnya saja untuk pelajaran kimia atau biologi, para siswa bisa diminta untuk membuat pupuk organik atau kompos yang lebih bermanfaat. Dengan begitu, siswa yang sudah mendapatkan materi dari sekolah akan langsung mengaplikasikannya ke kondisi sebenarnya. Sementara untuk bidang matematika, siswa bisa menghitung kadar yang dibutuhkan untuk membuat kandang domba yang kotorannya akan digunakan untuk pembuatan kompos di rumah. Harapan tentang pekerjaan rumah yang aplikatif tersebutlah yang melandasi adanya peraturan mengenai guru dilarang beri PR.
Pemberian tugas rumah yang aplikasi tersebut diharapkan Dedi dan semua pihak agar para siswa bisa menghitung dan menerapkan materi yang selama ini didapatkan para siswa selama di sekolah ke rumah. Dengan begitu, secara tidak langsung mereka akan diajarkan untuk anti korupsi. Tugas aplikatif ini juga akan membangun opini siswa agar lebih kritis. Karena mereka akan diminta untuk terjun langsung ke lapangan untuk menjawab isu yang beredar di masyarakat. Akhirnya, para siswa akan dilatih untuk bisa membuat karya ilmiah atau jurnal kreatif yang bermanfaat untuk ilmu pengetahuan dan dirinya sendiri.
Selama ini Pekerjaan Rumah yang diberikan guru hanya berupa materi akademis, bukan pengaplikasiannya. Sehingga dianggap kurang efektif untuk banyak pihak, termasuk Kemendikbud. Dedi menjelaskan bahwa pelajaran yang sifatnya akademis hanya boleh diberikan dan dituntaskan di sekolah. Sedangkan setelah di rumah, para siswa diharapkan bisa mengaplikasikan materi akademis sekolah tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Setelah mengetahui penjelasan ini, bagaimana pendapat Anda tentang peraturan guru dilarang beri PR ini?
0 Response to "Guru Dilarang Beri PR kepada Siswa, Benarkah?"
Post a Comment